Ternyata ada matematika di lailatul qodar ada ulama' yg diberi kelebihan
bisa tahu lailatul qodar dan mencatat selama beberapa tahun lailatul qodar, ada
hubungannya dengan awal puasa sbb.
Jika awal puasa Minggu atau Rabu, LQ jatuh malam 29
Jika awal puasa Selasa atau Jum'at, LQ jatuh malam 27
Jika awal puasa Kamis, LQ jatuh malam 25
Jika awal puasa Sabtu, LQ jatuh malam 23
Jika awal puasa Senin, LQ jatuh malam 21
Wallahu a'lam Matematikanya sbb. (penemuanku dewe) Satu bulan hijriyah
maksimal 30 hari Kita hitung hari ganjil Minggu hari ke-1, Selasa ke-3, Kamis
ke-5, Sabtu ke-7, Senin berikut ke -9, Rabu berikut ke-11, Jum'at berikut ke-13
Yang satuannya 1 Minggu dan Rabu, padahal 30 - 1 = 29 Yang satuannya 3 Selasa
dan Jum'at, padahal 30 - 3 = 27 Yang satuannya 5 Kamis, padahal 30 - 5 = 25
Yang satuannya 7 Sabtu, padahal 30 - 7 = 23 Yang satuannya 9 Senin, padahal 30
- 9 = 21 Mudahkan mengingat rumus Lailatul Qodar?
SEDEKAH
bisa mendatangkan ampunan Allah, menghapus dosa dan menutup kesalahan dan
keburukan. Sedekah bisa mendatangkan ridha Allah, dan sedekah bisa mendatangkan
kasih sayang dan bantuan Allah. Inilah fadilah sedekah yang ditawarkan Allah
bagi para pelakunya.
Hidup
kita jadi susah, lantaran banyak dosa. Dosa-dosa itulah yang mengakibatkan
kehidupan kita menjadi tertutup dari kasih sayang Allah. Kesalahan-kesalahan
yang kita buat, baik terhadap Allah maupun terhadap manusia, membuat kita
terperangkap dalam lautan kesusahan. Hidup pun banyak masalah. Lalu Allah
datang menawarkan bantuan-Nya, menawarkan kasih sayang-Nya, menawarkan
ridha-Nya terhadap ikhtiar kita, dan menawarkan ampunan-Nya. Tapi kepada siapa
Allah berikan ini semua? Jelas, Allah memberikannya kepada yang mau bersedekah
dan yang membantu orang lain atau yang peduli dan berbagi dengan sesama.
Kita
memang susah. Tapi pasti ada yang lebih susah. Kita memang sulit, tapi pasti
ada yang lebih sulit. Kita memang sedih, tapi barangkali ada yang lebih sedih.
Terhadap mereka inilah Allah minta kita memperhatikan jika ingin diperhatikan.
Matematika
Dasar Sedekah
Apa yang kita lihat dari matematika di bawah ini?
10
– 1 = 19
10 – 1 = 19 … ini
menggunakan dasar, bahwa Allah membalas 10 x lipat pemberian kita.
Analog ilustrasi diatas kita dapatkan seperti
berikut ini:
10
– 2 = 28
10 – 3 = 37
10 – 4 = 46
10 – 5 = 55
10 – 6 = 64
10 – 7 = 73
10 – 8 = 82
10 – 9 = 91
10 – 10 = 100
10 – 3 = 37
10 – 4 = 46
10 – 5 = 55
10 – 6 = 64
10 – 7 = 73
10 – 8 = 82
10 – 9 = 91
10 – 10 = 100
Kenapa
bukan 10-1 = 9?
Inilah
kiranya matematika sedekah. Dimana ketika kita memberi dari apa yang kita
punya, Allah justru akan mengembalikan lebih banyak lagi. Matematika sedekah di
atas, matematika sederhana yang diambil dari Quran Surat Al-An`am ayat 160,
Allah menjanjikan balasan 10x lipat bagi mereka yang mau berbuat baik
(sedekah).
Jadi,
ketika kita punya 10, lalu kita sedekahkan 1 di antara yang sepuluh itu, maka
hasil akhirnya bukan 9, melainkan 19. Sebab yang satu, yang kita keluarkan,
dikembalikan Allah sepuluh kali lipat.
Bagi
mereka yang mau bersedekah dengan lebih besar, tentu akan lebih banyak lagi
yang didapatnya. Sebab Allah menjanjikan balasan berkali-kali lipat, bahkan
dalam Quran Surat Al-Baqarah ayat 261, Allah menjanjikan hingga 700x lipat.
Tinggallah
kita yang kemudian membuka mata, bahwa pengembalian Allah itu bentuknya apa?
Bukalah mata hati, dan kembangkan ke-husnudzdzan-an (positive thinking) ke
Allah, bahwa Allah pasti membalas dengan balasan yang pas buat kita.
2.5
% Tidaklah Cukup
Barangkali sekarang ini zamannya minimalis. Sehingga ke sedekah juga
hitung-hitungannya jadi minimalis. Angka yang biasa diangkat, 2,5%. Jika kita
coba ilustrasikan, dengan perkalian sepuluh kali lipat, bahwa sedekah minimalis
itu tidak punya pengaruh yang signifikan.
Contoh
berikut ini, adalah seorang karyawan yang punya gaji 1juta. Dia punya
pengeluaran rutin 2 juta. Kemudian dia bersedekah 2,5% dari penghasilan yang
1juta itu. Maka perhitungannya adalah: 2,5% dari 1.000.000 = 25.000. Maka yang
tercatat: 1.000.000 – 25.000 = 975.000.
Angka
975.000 bukan hasil akhir. Allah akan mengembalikan lagi yang 2,5% yang
dikeluarkan sebanyak sepuluh kali lipat, atau sebesar 250.000. Sehingga dia
bakal mendapatkan rizki min haitsu laa yahtasib (rizki tak terduga) sebesar:
975.000 + 250.000 = 1.225.000.
Jadi,
“hasil akhir” dari perhitungan sedekah 2,5% dari 1juta, hanya Rp. 1.225.000,-.
Angka ini masih jauh dari pengeluaran dia yang sebesar Rp.2 juta. Jadi, jika
dia sedekahnya 2,5%, dia harus mencari sisa Rp. 775.000 untuk menutupi kebutuhannya.
Maka
sedekah 2,5% itu tidaklah cukup. Hasilnya akan lebih besar bila sedekah 10%.
perhitungannya adalah : 10% dari 1.000.000 = 100.000. Maka yang tercatat :
1.000.000 – 100.000 = 900.000.
Ingatlah,
angka 900.000 itu bukanlah hasil akhir. Allah akan mengembalikan lagi yang 2,5%
yang dia keluarkan sebanyak sepuluh kali lipat, atau dikembalikan sebesar
1.000.000. Sehingga dia bakal mendapatkan rizki min haitsu laa yahtasib (rizki
tak terduga) sebesar: 900.000 + 1.000.000 = 1.900.000.
Dengan
perhitungan ini, dia berhasil mengubah penghasilannya mendekati angka
pengeluaran yang 2 juta. Dia cukup butuh 100 ribu tambahan lagi, yang
barangkali Allah yang akan menggenapkannya.
Saudaraku,
janganlah merasa berkecil hati jika hanya mampu bersedekah 2,5%. Sedekah
tersebut tetap akan mencukupi kebutuhan-kebutuhan kita, di dunia maupun
akhirat, kalau kita bagus dalam amaliyah lainnya. Misalnya, bagus dalam
mengerjakan shalat. Shalat dilakukan selalu berjamaah. Shalat dilakukan dengan
menambah sunnah-sunnahnya; qabliyah ba’diyah, hajat, dhuha, tahajjud. Bagus
juga dalam hubungan dengan orang tua, dengan keluarga, dengan tetangga, dengan
kawan sekerja, kawan usaha. Ditambah bila maksiat dan keburukan sedikit, insya
Allah, Allah mencukuplkan segala kebutuhan kita.
YUSUF
MANSUR,
Ustadz, Trainer Wisata Hati, dan Pengasuh Pesantren Daarul Quran, Tanggerang, Banten.
Kompasiana (Naskah ini ditulis oleh AHMAD SAHIDIN dari tausiyah Ustadz Yusuf Mansur yang bertema “Kun Fayakun” di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung, 7 Januari 2008; dan pernah dimuat di Majalah Swadaya dan situs www.dpu-online.com)
Ustadz, Trainer Wisata Hati, dan Pengasuh Pesantren Daarul Quran, Tanggerang, Banten.
Kompasiana (Naskah ini ditulis oleh AHMAD SAHIDIN dari tausiyah Ustadz Yusuf Mansur yang bertema “Kun Fayakun” di Pesantren Daarut Tauhiid Bandung, 7 Januari 2008; dan pernah dimuat di Majalah Swadaya dan situs www.dpu-online.com)
Mendapatkan surga
dengan sebungkus rokok
Setiap
orang yang beriman pasti berkeinginan untuk
menginjakkan kaki di tanah Haram untuk menyempurnakan rukun islam yang kelima.
Kerinduan untuk dapat hadir di tanah haram tersebut, baik untuk tujuan ibadah
seperti haji dan umrah atau lainnya akan selalu ada di setiap jiwa yang
beriman.Walaupun ibadah haji hanya dibebankan kepada orang yang mampu.Pengertian
mampu tentunya tidak hanya pada penilaian sendiri tapi lebih meluas mampu
secara syariat.Setelah berhaji pasti semua mengiginkan sebuah haji yang mabrur
karena haji mabrur tidak ada balasan
yang pantas baginya selain surga.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Namun
betapa beratnya kita bisa berangkat haji
Berangkat haji sebenarnya mudah asal kita
berniat dengan sungguh sungguh dan berusaha semaksimal mungkin.Berkikut
beberapa tip untuk bisa berangkat haji
:Jika anda perokok langkah awal niatkan anda mengurangi konsumsi rokok harian
anda 1 minggu cukup kurangi 1 batang rokok artinya dalam 1 bulan anda bisa
mengurangi 4 batang rokok ,dalam 2 bulan bisa mengurangi 8 batang rokok
demikian seterusnya.Jadi jika anda sehari menghabiskan 1 bungkus rokok maka
hanya butuh waktu 3 bulan untuk berhenti merokok.
Setelah
anda berhenti merokok kos pembelian rokok niatkan untuk berhaji.Jika sehari 1
bungkus maka anda bisa menabung Rp 10.000 ,sebulan Rp 300,000 dan setahun Rp
3.600.000.Dalam waktu 10 tahun terkumpul Rp 36.000.000 .Ini berarti dengan
penghematan sebungkus rokok anda sudah bisa naik haji karena ONH rata-rata
berkisar Rp 31.000.000.Jika haji anda
mabrur tidak ada balasan yang pantas baginya selain surga.” (HR. Bukhari
dan Muslim).Dengan demikian dengan sebungkus rokok anda mendapatkan surga.
Namun tidak semudah
dan sesederhana itu karena untuk predikat haji mabrur harus memenuhi kreteria
dan persyaratan sebagai berikut:
a.
Sebelum haji yakni haji dengan niat ikhlas, bukan atas dasar riya’,
hanya ingin mencari pujian seperti ingin disebut “Pak Haji” atau “Bu Haji”,
ataupun dengan menggunakan harta yang haram ;
b.
Selama haji, yakni melakukan manasik haji sesuai sunnah dan contoh dari
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam , terpelihara dari segala bentuk bid'ah
dan syirik.
c.
Sesudah haji, yakni keadaan yang menjadi lebih baik dan
bertaqwa , meninggalkan maksiat dan meningkatkan amal shalih.
Akhirnya
Kepada mereka yang
telah berhaji, kami doakan semoga Allah menerimanya sebagai haji yang mabrur.
Dan kepada mereka yang
belum mampu menunaikannya, maka kami berdoa :Ya Allah, mudahkanlah kami semua
untuk menunaikan haji dengan segala kemudahan
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar